BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Friday, November 26, 2010

Air Mata Rasulullah saw

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. “Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, “Maafkanlah, ayahku sedang demam,” kata Fatimah  yang membalikkan badan dan menutup pintu.


Kemudian  ia kembali menemani ayahnya yang  ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah,  “Siapakah  itu wahai anakku?”  “Tak  tahulah ayahku, orang  sepertinya baru sekali  ini aku melihatnya,” tutur Fatimah  lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya  itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya  itu hendak dikenang.  “Ketahuilah, dialah  yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut,” kata Rasulullah, Fatimah pun menahan  ledakkan  tangisnya. Malaikat maut datang  menghampiri,  tapi  Rasulullah  menanyakan  kenapa  Jibril  tidak  ikut  sama menyertainya.
 
Kemudian dipanggilah  Jibril yang  sebelumnya  sudah bersiap di atas  langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia  ini.  “Jibril,  jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?” Tanya Rasululllah dengan suara yang amat  lemah.  “Pintu-pintu  langit  telah  terbuka, para malaikat  telah menanti  ruhmu. Semua syurga terbuka  lebar menanti kedatanganmu,” kata Jibril. Tapi  itu  ternyata  tidak membuatkan Rasulullah  lega, matanya masih penuh kecemasan.
“Engkau  tidak  senang  mendengar  khabar  ini?” Tanya  Jibril  lagi.  “Khabarkan  kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?”  “Jangan khawatir , wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: ”Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya,” kata  Jibril. Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh  tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat  lehernya menegang.  “Jibril, betapa  sakit  sakaratul maut  ini.”

Perlahan  Rasulullah  mengaduh.  Fatimah  terpejam,  Ali yang  di  sampingnya  menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. “Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu  Jibril?” Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu  itu. “Siapakah yang  sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal,” kata  Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena  sakit  yang  tidak  tertahankan  lagi. “Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku.” Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya  sudah  tidak bergerak  lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya.
“Uushiikum bis  shalati, wa maa malakat aimanukum  – peliharalah  shalat dan peliharalah orang-orang  lemah di antaramu.” Diluar  pintu  tangis  mulai  terdengar  bersahutan,  sahabat  saling  berpelukan.  Fatimah menutupkan  tangan  di  wajahnya,  dan  Ali  kembali  mendekatkan  telinganya  ke  bibir Rasulullah  yang mulai kebiruan.  “Ummatii, ummatii, ummatiii?”“Umatku, umatku, umatku”  

Dan, berakhirlah  hidup manusia mulia  yang memberi  sinaran  itu. Kini, mampukah  kita mencintai sepertinya? Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa baarik alaaa wa salim ‘alaihi. Betapa  cintanya Rasulullah kepada kita.

Khabarkan kepada sahabat-sahabat muslim  lainnya agar  timbul kesadaran untuk mencintai Allah dan RasulNya,  seperti Allah dan Rasulnya mencintai kita. Karena  sesungguhnya  selain daripada  itu hanyalah  fana belaka. Amin…  Jangan gelisah apabila  dibenci  manusia  karena,  masih  banyak  yang  menyayangimu  di  dunia.  Tapi gelisahlah apabila dibenci Allah, karena  tiada  lagi  yang mengasihmu diakhirat. Wallahua’lam

0 comments: